Makalah KONSEP KEAMANAN TRADISIONAL (INVASI AMERIKA SERIKAT KE IRAK TAHUN 2003)
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara tentu saja ingin mempertahankan
kedaulatan dan keutuhan wilayah negaranya dari ancaman dan gangguan negara
lain, ancaman tersebut biasanya bersifat militer. Tatanan
militer dunia merupakan bagian integral dari tatanan ekonomi dan politik internasional.
Meskipun kekuatan militer seringkali kurang digunakan untuk jangka waktu lama,
dan oleh karenanya nampaknya menjadi fakta ekonomi dan politik, kekuatan
militer selalu mempunyai potensi untuk digunakan dalam perang. Ada banyak
kemungkinan akan timbulnya perang karena kompleksitas sistem internasional
negara yang terfragmentasi dengan adanya jumlah negara yang begitu besar,
beragam isu yang muncul antar negara serta persenjataan dan kekuatan yang
terdapat dalam negara.
Invasi yang
dilakukan Amerika ke Irak pada bulan Maret 2003 yang lalu adalah salah satu
bagian dari kebijakan pemerintahan George Bush. Kebijakan ini bermula dari kebijakan antiterorisme AS
terhadap Irak yang mana AS menduga adanya keterlibatan Irak dalam serangan 11
September 2001 ke gedung WTC di New York. Untuk memuluskan
agenda-agenda tersembunyinya, Amerika menuduh Irak memiliki senjata pemusnah
massal nuklir, kimia, dan biologi, adanya upaya untuk menjadikan Irak sebagai
negara demokratis dan lebih terbuka, serta menumpas ancaman terorisme maupun
keterkaitan Saddam Hussein dengan al-Qaida. Hal ini dijadikan dalih Amerika
untuk menginvasi Irak, namun fakta di lapangan tidak membuktikan berbagai
tuduhan Amerika tersebut. Dunia mengetahui bahwa itu semua hanyalah sebagian
dari alasan dibalik adanya agenda tertentu yang telah sejak lama dirancang.
Agenda tersebut ada yang memiliki dampak langsung bagi Amerika beerupa
keuntungan-keuntungan materi maupun kepuasan hati setelah berhasil mengalahkan
musuh bubuyutan, ada pula yang berupa kemenangan atas nama hegemoni politik,
ekonomi, dan militer.
Amerika
menafsirkan terorisme sebagai individu, kelompok, maupun negara yang menentang
kebijakannya. Hal ini terkait kebijakan invasi AS ke Irak yang pertama adalah
didasarkan pada kebijakan antiterorisme AS di Timur Tengah, dimana AS
menganggap Irak sebagai axis of evils (poros kejahatan) yang mengancam
dunia. Amerika menginginkan pemimpin Irak yang dapat dijadikan perpanjangan
tangannya untuk memenuhi keinginan Amerika di Timur Tengah. Semakin besar dan
berani penentangan Irak terhadap AS semakin besar dan berat pula konsekuensi
yang diterima Irak. Invasi yang dilancarkan AS terhadap Irak didasari oleh
keinginan untuk menjadi satu-satunya negara super power yang paling berkuasa
dan berpengaruh di dunia.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana Analisis terhadap invasi AS ke Irak melalui konsep legitimasi?
C. Kerangka Pemikiran
Dalam
menganalisis kebijakan invasi Amerika ke Irak, kami menggunakan teori Realisme
dimana teori ini mengemukakan
bahwa negara-negara di dunia dengan segala kepentingannya akan melakukan
berbagai kebijakan untuk mencapai kepentingan tersebut, termasuk melakukan
invasi militer atau perang
dengan negara lain. Perang adalah kondisi konflik
bersenjata antara dua pihak atau lebih, secara tradisional adalah
negara-negara. Akan tetapi watak perang dan perorangan banyak berubah seiring
berjalannya waktu, dan diubah oleh perkembangan-perkembangan terknologi dan strategi
militer. Menurut kaum realis, perang merupakan ciri yang selalu ada dalam
hubungan-hubungan internasional dan hubungan-hubungan dunia. Kemungkinan
terjadinya perang muncul dari dinamika politik kekuasaan yang tak dapat
dihindarkan. Ketika negara-negara mengejar kepentingan nasionalnya, mereka akan
selalu mengalami benturan dan koflik satu sama lain, dan konflik ini terkadang
(meskipun tidak selalu) dilakukan dengan cara-cara militer. Karl Von
Clausewitz, On War (1833) mengatakan bahwa perang adalah kepanjangan
dari tangan politik. Kekuatan militer bukan hanya digunakan untuk
mempertahankan keamanan territorial suatu negara, namun dapat pula digunakan
sebagai alat untuk melakukan serangkaian serangan kepada negara lain. Amerika
Serikat dengan segala kekuatan
militernya, mampu menginvasi Irak tanpa halangan yang berarti dari
negara-negara lain. Selain
itu, kami juga melihat invasi AS ke Irak dari kerangka perang adil dimana dalam
kerangka tersebut mengandung dua prinsip penting, yaitu prinsip
jus ad bellum (alasan yang benar
untuk berperang) dan
prinsip jus in bello
(pelaksanaan perang yang benar).
II.
PEMBAHASAN
A. Konsep
Keamanan Tradisional
Konsep
keamanan dalam studi hubungan Internasional, dibagi menjadi dua, yaitu keamanan
tradisional dan keamanan non tradisional. Keamanan tradisional sendiri yaitu
konsepsi keamanan yang lebih ditekankan pada kepentingan keamanan yang
membahayakan kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah negara. Paradigma keamanan
tradisional mengacu pada teori realis dalam membangun keamanan yang menjadi
objek keamanan yang paling utama adalah negara. Melihat dari
definisi mengenai keamanan tradisional tersebut, maka sudah terlihat jelas bahwa aktor utama
yang berperan dalam konsep ini yaitu negara. Tugas suatu negara sebagai
penanggungjawab utama atas kemerdekaan, kedaulatan, dan keutuhan wilayah negara
dalam hal ini dilakukan oleh militer dari suatu negara.
Karakteristik
dari keamanan tradisional sendiri yaitu :
1) Militer
(negara) merupakan aktor utama yang berperan untuk menjaga keamanan negaranya
2) Konsep
ini menilai bahwa ancaman selalu berasal dari luar negara
3) Mengutamakan
pada keamanan dan kedaulatan wilayah suatu negara dibanding dengan keamanan
mendasar manusia sebagai masyarakatnya.
Tantangan
atau jenis ancaman bagi sebuah negara menurut konsep ini yaitu ancaman selalu
bersifat militer dan karena itu pendekatan yang digunakan juga bersifat
militeristik. Sehingga menurut konsep ini, ancaman bagi suatu negara pasti
berasal dari luar negaranya.
B.
Jalannya Invasi Amerika ke Irak
Perang
Irak-AS merupakan perang yang diawali dengan invasi Amerika Serikat beserta dengan
sekutu-sekutunya kepada Irak
pada tahun 2003 sampai dengan dinyatakan berakhir oleh Presiden Obama pada
tahun 2010. Perang tersebut dilatarbelakangi oleh tuduhan presiden George W.
Bush kepada pemerintahan Saddam Husein yang memiliki senjata pemusnah massal (Weapon Mass Destruction) yang dapat
membahayakan keamanan dunia. Alasan tersebut menjadi dasar negara-negara barat
memerangi Irak.
Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan lagi Resolusi 1441 mengenai perlucutan senjata
destruksi atau pemusnah massal Irak dan pembentukan Tim Inspeksi yang diberi
nama UNMOVIC (United Nations Monitoring, Verification, and Inspection
Commision). Menurut resolusi itu, dalam waktu sebulan Irak harus
menyerahkan laporan mengenai senjata pemusnah massal, sistem, dan program
pengembangannya.
Pada
14 Februari 2003, Han Blix (Ketua UNMOVIC) dan El-Baradei (Direktur Jenderal
Badan Energi Atom Dunia) menyampaikan laporan bahwa di Irak tidak ditemukan
senjata pemusnah massal. Kesimpulan itu dinyatakan setelah tim dari PBB
tersebut menginspeksi seluruh gedung Irak, termasuk yang berada di bawah tanah.
Pada
awal 2003 tanpa menghiraukan laporan Tim Inspeksi Senjata PBB, AS mengerahkan
tahap demi tahap kekuatan militernya di perbatasan Irak. Suadron udara dengan
pesawat tempur F-15, F-16, AV-8 Harrier, A-10 Warthog dan pesawat pembom B-1,
B-2, B-52, pesawat “Siluman” F-117, pesawat pemandu AWACS, pesawat pengintai
U-2, serta beberapa kapal induk, dan pasukan marinis dan infanteri telah
disiagakan untuk menunggu komando serangan.Presiden AS, George W. Bush,
mengeluarkan ultimatum kepada Irak, bahwa dalam jangka waktu 48 jam, presiden
Irak Saddam Hussein dan anak-anaknya harus segera meninggalkan Irak. Ultimatum
itu berakhir pada 20 Maret 2003 dan beberapa jam sebelum perang dimulai.
Tembakan
salvo dari kapal induk AS ke udara Irak tanggal 20 Maret merupakan awal dari
perang AS dan Irak. Dalam perang ini, kekuatan AS (dan sekutunya) amat
mendominasi karena Irak juga tidak berdaya menghadapi serangan darat dan udara
dari AS. Kapal-kapal Induk AS yang bersiaga juga menembakkan rudal-rudal
jelajah Tomahaw mereka ke berbagai tempat di Irak dan pesawat-pesawat perang AS
menghujani Irak dengan berbagai macam bom, tentara Garda Republik dan pasukan
komando Saddam Hussein tidak berdaya melawannya. Meskipun semangat rakyat Irak
untuk mempertahankan negara Irak dari invasi pasukan asing sangatlah tinggi,
tetapi secara militer, rakyat Irak tidak pernah mampu melawannya secara
terbuka.
Perang
yang tidak imbang antara AS dan Irak membuat perang berlangsung dengan cepat.
Tanggal 9 April 2003, perang dinyatakan berakhir dengan dikuasainya kota
Baghdad, yang merupakan pusat pemerintahan Saddam Hussein, oleh pasukan AS.
Namun senjata pemusnah massal yang menjadi alasan utama serangan AS (dan
sekutunya) ke Irak tidak juga diketemukan. Sementara itu statistik perang
hingga hari ke-14 adalah :
- Korban : Pasukan AS, 51 tewas, 7 tertangkap, 16
hilang (versi Departemen Pertahanan AS). Pasukan Inggris, 27 tewas. Di
pihak Irak, tak ada laporan resmi tentang korban perang di kalangan
militer. Korban di kalangan sipil menurut pemerintah Irak adalah 500 orang
tewas dan sekitar 4.000 luka-luka.
- Bom yang dijatuhkan di Irak : Hinggga 3 April,
terhitung lebih dari 700 rudal jelajah Tomahawk telah ditembakkan
ke Irak dan lebih dari 9.000 bom tembak tepat telah dijatuhkan.
- Tawanan perang : 4.500 orang pasukan Irak telah
ditawan oleh pasukan AS (versi Komando Wilayah Tengah AS).
- Wartawan yang menjadi korban diantaranya: empat
tewas (seorang wartawan Australia tewas akibat bom mobil, seorang reporter
TV Inggris tewas tertembak dalam pertempuran, seorang juru kamera Inggris
tewas akibat menginjak ranjau darat, seorang wartawan asal Inggris tewas
akibat kecelakaan), dan dua lainnya hilang.
C. Analisis Perang Melalui Konsep Legitimasi
Negara merupakan aktor utama yang dapat memunculkan perang sebagai pilihan
terakhir untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Sejak dilancarkannya penggalangan
dukungan atas invasi Amerika, Inggris, dan sekutunya (koalisi) ke Irak hingga
dilaksanakannya invasi itu sendiri di tahun 2003, berbagai kontroversi dan perdebatan
bermunculan di berbagai belahan dunia, terutama mengenai legalitas dari invasi
tersebut yang secara luas dipertanyakan oleh dunia internasional, termasuk
Indonesia yang di level pemerintahan juga ikut mengkritisi invasi tersebut.
Hampir semua ahli Hukum Internasional yang berkewarganegaraan selain Amerika
Serikat menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh AS terhadap Irak adalah suatu
perbuatan ilegal dan sangat bertentangan dengan peraturan hukum internasional
seperti piagam PBB.
Di sisi lain, Pemerintah Amerika
Serikat dan Inggris bersikukuh, bahwa serangan yang mereka lakukan adalah
legal. Amerika berpendapat bahwa Resolusi Dewan Keamanan PBB 1441 telah
memberikan kewenangan/legalitas atas penyerangan tersebut, dan berdasarkan
pasal 51 Piagam PBB, Amerika memiliki hak sebagai anggota dewan keamanan PBB
untuk membela dirinya dari serangan negara lain dalam hal ini hal tersebut
diwujudkan dengan melakukan serangan yang mereka sebut sebagai pre-emption attack terhadap Irak.
Menurut analisis dari kami, Invasi
pasukan Amerika Serikat ke Irak bukanlah dalam rangka mempertahankan diri, dan
memang benar tindakan pre-emtion atau mendahului guna mencegah kemungkinan
Saddam Husein memberikan senjata pemusnah masal yang diduga dimilikinya kepada
kelompok teroris yang mungkin akan menggunakannya untuk menyerang Amerika
Serikat. Aksi Militer tanpa mengindahkan jalur diplomasi, hal ini
sesuai dengan perspektif yang kelompok kami gunakan yaitu melalui pandangan
Realisme. Namun baik sebelum maupun
sesudah perang berlangsung tidak terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa
Saddam Husein terlibat dalam serangan teroris ke Amerika Serikat memiliki
kaitan dengan Al-Qaeda ataupun benar-benar memiliki senjata pemusnah masal seperti
dituduhkan Amerika Serikat.
Dengan melakukan serangan pre-emption terhadap
suatu negara yang berdaulat berdasarkan asumsi-asumsi ancaman yang masih
bersifat spekulatif Amerika Serikat telah menempatkan dirinya di atas hukum
internasional yang berlaku atau menganggap bahwa aturan internasional yang ada
tidak mengikat dirinya sebagai satu-satunya negara adidaya. Hal ini merupakan
aktualisasi doktrin George W Bush yang menyebabkan Amerika Serikat di kecam
hampir seluruh negara di dunia termasuk oleh sebagian sekutunya di Eropa.
Melalui Statement diatas dapat dikatakan bahwa serangan Amerika Serikat
terhadap Irak apapun alasan yang dikemukakan pemerintah presiden Bush, secara
sengaja mengabaikan piagam PBB dan mengesampingkan peran PBB sebagai
satu-satunya institusi internasional yang memiliki wewenang dan legitimasi
untuk mengerahkan kekuatan militer di area internasional.
Bila kita meninjau dari kerangka perang adil, invasi yang dilakukan AS
terhadap Irak juga tidak dibenarkan sama sekali.Berkaitan dengan prinsip jus ad bellum, kepemilikan
senjata pemusnah masal Irak sebagai alasan untuk berperang merupakan hal yang
tidak wajar dilakukan mengingat tidak ditemukan bukti-bukti tuduhan yang
dilemparkan AS kepada Irak. Selain itu terkait dengan pelaksanaan perang dalam
prisip jus in bello,
AS mengabaikan
azas proporsionalitas. Irak dengan kekuatan militer yang lemah saat itu
diserang oleh tentara gabungan AS dan Inggris yang jauh lebih kuat dan canggih.
III. KESIMPULAN
Invasi yang dilakukan Amerika
ke Irak bukanlah hal yang bijaksana mengingat keadaan militer Irak yang tidak
sebanding dengan Amerika. Amerika juga mendapat banyak peringatan dari negara
lain karena invasi yang dilakukannya merupakan perbuatan illegal. Namun,
Amerika tetap bersikeras dengan menggunakan haknya sebagai anggota tetap DK PBB
untuk membela diri dari serangan negara lain dan diwujudkan dengan serangan
yang mereka sebut sebagai pre-emption
attack terhadap Irak. Amerika
menuding Irak memiliki senjata pemusnah massal nuklir dan melakukan aksi
militer tanpa mengindahkan jalur diplomasi. Hal ini berarti bahwa Amerika
secara sengaja mengabaikan peran PBB sebagai satu-satunya institusi yang
memiliki legitimasi untuk mengerahkan militer di area internasional.
IV.
SUMBER REFERENSI
Buku:
Shaw, Martin.
2001. Bebas dari Militer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal:
Zain,
Azman Ridha. 2016.
Realitas Dibalik Konflik Amerika Serikat-Irak: analisis terhadap invasi AS ke
Irak. Vol. 3. No. 1. Halaman 2-4.Diakses melalui lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-93120.pdf
(pada
tanggal 3 November 2017)
Sarsito
Totok.
2009 . “Jurnal Komunikasi Massa: Perang dalam Tata Kehidupan Antarbangsa”. Vol. 2. No. 2.Diakses melalui http://www.jurnalkommas.com/docs/03_TOTOK_SARSITO_HAL_112_12.PDF(pada
4 Oktober 2017)
Masduki
Ahmad,2014. Invasi Amerika Serikat ke Irak ditinjau dari hukum
organisasi internasional. Solo:Universitas Sebelas Maret. Diakses melalui :https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/4997/MTM5ODU=/Invasi-Amerika-Serikat-ke-Irak-ditinjau-dari-hukum-organisasi-internasional-abstrak.pdf
pada 5 Oktober 2017
Anwar
Chairil,2003. PERADILAN INTERNASIONAL VERSUS BUSH: Studi Kasus
State Violence. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 3 No. I
Juni 2003 : 21 – 32.diakses
melalui http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/1117/1025
pada 10 oktober 2017
Website:
Wenaldy
Andarisma, “Teori Keamanan”, diakses
melalui https://id.scribd.com/doc/47313419/Teori-Keamanan(pada tanggal 4
November 2017)
Komentar
Posting Komentar