Menganalisa invasi Amerika Serikat ke Irak menggunakan teori “Behavioralisme”


Dalam perkembangan hubungan internasional, berbagai macam perspektif atau pandangan banyak bermunculan berkaitan dengan fenomena-fenomena hubungan internasional yang berlangsung. Salah satu perspektif yang berkembang adalah “Behavioralisme”. Mulanya teori ini hanya digunakan dibidang ilmu psikologi,tetapi seiring dengan fenomena yang terjadi di dunia Internasional teori ini mulai dikaitkan dengan Hubungan Internasional. Menurut Thorndike (Slavin,2000) Behaviorisme adalah  masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Jadi pada teori behaviorisme ini tingkah laku seseorang  akan berubah apabila ada stimulus dan juga respon.
Berdasarkan hal diatas penggunaan teori “Behaviorisme” sangat cocok apabila dikaitkan dengan contoh kasus Invasi AS ke Irak. Invasi yang dilakukan Amerika ke Irak pada bulan Maret 2003 yang lalu adalah salah satu bagian dari kebijakan pemerintahan George Bush. Kebijakan ini bermula dari kebijakan antiterorisme AS terhadap Irak yang mana AS menduga adanya keterlibatan Irak dalam serangan 11 September 2001 ke gedung WTC di New York serta Irak terduga memiliki senjata pemusnah massal[1]. Kasus ini adalah salah satu kasus yang cukup tricky untuk dianalisis, terutama ketika hendak menjelaskan penyebab perang yang terjadi. Hal disebabkan oleh betapa kaburnya rasionalisasi yang digunakan Amerika untuk menyerang Irak. Di awal Amerika menduga ada senjata pemusnah massal sedang dikembangkan oleh pemerintah Irak padahal setelah diteliti oleh badan  khusus yang dimiliki PBB yaitu United Nations Monitoring, Verification, and Inspection Commision  Pada 14 Februari 2003, Han Blix (Ketua UNMOVIC) dan El-Baradei (Direktur Jenderal Badan Energi Atom Dunia) menyampaikan laporan bahwa di Irak tidak ditemukan senjata pemusnah massal apapun.[2] Atas dasar ini, Amerika berargumen bahwa untuk melawan terorisme,publik internasional harus mengambil langkah cepat sebelum musuh sanggup bergerak. Amerika merasa kecolongan ketika teroris berhasil menyerang dengan kekuatan besar seperti yang tergambar dalam tragedi 11 September.[3]
Stimulus kelompok teroris yang diberikan kepada Amerika Serikat mengenai serangan terhadap gedung WTC di New York langsung merubah tingkah laku Amerika serikat dan mendapat respon yang sangat garang oleh AS. Kelompok teroris ini dikatakan mempunyai ikatan dengan Irak, sehingga Amerika Serikat memberi balasan atau respon langsung untuk melawan teroris di Irak.
Dengan melakukan serangan terhadap suatu negara yang berdaulat berdasarkan asumsi-asumsi ancaman yang masih bersifat spekulatif Amerika Serikat telah menempatkan dirinya di atas hukum internasional yang berlaku atau menganggap bahwa aturan internasional yang ada tidak mengikat dirinya sebagai satu-satunya negara adidaya. Hal ini dikecam oleh banyak negara karena respon Amerika serikat terhadap Irak sangatlah tidak  rasionalitas dikarenakan kurangnya bukti-bukti terkait. Invasi yang dilakukan Amerika ke Irak bukanlah hal yang bijaksana mengingat keadaan militer Irak yang  tidak sebanding dengan Amerika. Amerika juga mendapat banyak peringatan dari negara lain karena invasi yang dilakukannya merupakan perbuatan illegal (Anne-Marie Slaughter, 2004). Namun, Amerika tetap bersikeras dengan menggunakan haknya sebagai anggota tetap DK PBB untuk membela diri dari serangan negara lain dan diwujudkan dengan serangan yang mereka sebut sebagai pre-emption attack terhadap Irak.



[1] diucapkan oleh Presiden George W. Bush dalam pidato kepresidenannya setelah serangan teroris terhadap menara kembar WTC di New York, 2003.
[2] Twelfth quarterly report of the Executive Chairman of the United Nations Monitoring, Verification and Inspection Commission in accordance with paragraph 12 of Security Council resolution 1284 (1999)
[3] Craig Biddle, “The Causes of War and Those of Peace,” The Objective Standard, 2 Oktober 2014, https://www.theobjectivestandard.com/2014/10/causes-war-peace/ dilihat 10 Desember


DAFTAR PUSTAKA

Saeri M,2012. Teori Hubungan Internasional Sebuah Pendekatan Paradigmatik.” https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JTS/article/view/70  Jurnal Transnasional, Vol. 3, No. 2, Februari 2012. Diakses pada 10 Desember 2017
Anwar Chairil,2003. PERADILAN INTERNASIONAL VERSUS BUSH: Studi Kasus State Violence. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 3  No. I  Juni  2003 : 21 – 32.diakses melalui http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/1117/1025 pada 10 oktober 2017
Withnall Adam,2016.Chilcot report:The seven most important lines from iraq inquiry.” http://www.independent.co.uk/news/uk/politics/chilcot-report-the-seven-most-important-lines-from-the-iraq-war-inquiry-a7122646.html” diakses pada 10 desember 2017
United Nation Security Council “Twelfth quarterly report of the Executive Chairman of the United Nations Monitoring, Verification and Inspection Commission in accordance with paragraph 12 of Security Council resolution 1284 (1999)” diakses melalui http://www.un.org/depts/unmovic/documents/2003-232.pdf pada 10 desember 2017
Lembaga Kajian Syamina,2016. “KEJAHATAN PERANG DI IRAK, Menggugat Keterlibatan Inggris dalam Perang Irak” edisi 13 diakses melalui http://syamina.org/syamina137-KEJAHATAN-PERANG-DI-IRAK-Menggugat-Keterlibatan-Inggris-dalam-Perang-Irak.html pada 10 desember 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REALISME secara singkat beserta contoh kasusnya

Makalah KONSEP KEAMANAN TRADISIONAL (INVASI AMERIKA SERIKAT KE IRAK TAHUN 2003)